-DUA SAYAP TAUBAT-  

Posted by Ahlia 'Ammar

Kisah ini pernah diceritakan oleh Ustaz Muhadir ketika Kuliah Aqidah mingguan semester lepas.Sama-samalah kita menghayati serta mengambil iktibar dan pengajaran daripadanya. Jabir bin Abdullah Al-Anshari meriwayatkan kisah hidup seorang pemuda Anshar bernama Tsa’labah bin Abdul Rahman. Sejak masuk Islam ia selalu setia melayani Rasulullah SAW dengancekatan. Suatu ketika Rasulullah SAW mengutusnya untuk suatu keperluan. Saat sedang menjalankan tugas tersebut kebetulan ia melewati sebuah rumah milik salah seorang sahabat Anshar. Tiba-tiba secara tak sengaja ia melihat wanita penghuni rumah itu yang sedang mandi. Serta merta ia ketakutan. Ia sangat khawatir wahyu akan turun kepada Nabi SAW berkaitan dengan perbuatannya. Maka ia pun segera berlari menjauhi pusat kota. Ketika sampai di pegunungan yangada di antara kota Mekkah dan Madinah, ia pun mendakinya. Tentu saja Nabi SAWmerasa kehilangan. Hal itu berlangsung selama empat puluhhari. Hingga akhirnya Allah mengutus Jibril untuk menyampaikan wahyu: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memberikan salam dan berfirman kepadamu yang isinya: bahwa seorang laki-laki dari ummatmu berada di antara pegunungan ini dan telah memohon perlindungan kepada-Ku.”Mendengar wahyu tersebut beliau kemudian bersabda: “Wahai Umar dan Salman, berangkatlah kalian sekarang dan ajaklah kembali Tsa’labah bin Abdul Rahman kemari.” Keduanya pun segera berangkat menyusuri jalan perbukitan yang ada di Madinah, hingga bertemu dengan seorang pengembala bernama Dzufafah. Umar lalu bertanya, “Apakah engkau tahu seorang pemuda bernama Tsa’labah yang tinggal di antara kawasan pegunungan ini?” “Mungkin yang Engkau maksudkan itu adalah seorang yang lari dari neraka jahannam?”jawab Dzufafah. “Dari mana engkau tahu bahwa dia lari dari neraka jahannam?’ tanya Umar lagi. “Sebab, setiap malam dia ke luar kepada kami dari kawasan antara pegunungan itu sambil meletakkan tangannya di atas kepala sambil berkata, “Wahai Allah, mengapa tidak Engkau cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkanku untuk mendapatkan keputusan?” jawab Dzufafah. “Itulah orang yang sedang kami cari,” jawab Umar sigap. Kemudian, berangkatlah mereka menemui Tsa’labah. Ternyata benar, ketika hari menjelang malam, Tsa’labah keluar. Disekitar lereng pegunungan, mereka segera menemuinya. Umar kemudian menghampiridan mendekapnya seraya membujuknya untuk kembali kepada Rasulullah SAW. “Wahai Umar, adakah Rasulullah mengetahui dosaku?” kata Tsa’labah. “Aku tidak tahu, hanya saja kemarin beliau menyebut-nyebut namamu dan kemudian memerintahkan agar aku dan Salman mencarimu,” jawab Umar. “Aku mohonengkau tidak membawaku kepada beliau, kecuali bila beliau sedang shalat,”pinta Tsa’labah. Setelah sampai ke tempat tujuan, Tsa’labah langsung ikut shalat berjamaah bersama Rasulullah SAW. Ketika itulah Rasulullah SAW membaca sejumlah ayat Al-Qur’an. Mendengar bacaan beliau, tiba-tiba ia jatuh pingsan. Setelah Salam Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Umar dan Salman,bagaimana dengan Tsa’labah?” “Itu dia, ya Rasulullah,” jawab mereka sambil menunjuk ke arah sosok tubuh yang sedang terbaring. Rasulullah SAW segeraberdiri dan menghampirinya. Beliau menggerak-gerakkannya hingga ia pun siuman kembali. “Apa yang menyebabkan engkau pergi dariku?” tanya beliau lembut. “Dosaku, wahai Rasulullah,” jawab Tsa’labah. “Bukankah pernah kutunjukkan kepadamu tentang ayat yang dapat menghapuskan dosa dan kesalahan? Bacalah: Rabbanaa aatina /id dunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah wa qinaaadzaaban naar (Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka/ Q.S. Al-Baqarah: 201),” tuntun Rasulullah. “Benar, wahai Rasulullah. Tapi dosaku terlalu besar,” jawabnya. “Akan tetapi Kalam Allah itu jauh lebih besar lagi,” tegas beliau. Setelah itu,beliau memerintahkannya pulang. Setibanya di rumah ia jatuh sakit selamadelapan hari. Mendengar hal itu, Salman pun segera menghadap Rasulullah SAW.“Wahai Rasulullah, masihkah Engkau memikirkan Tsa’labah? Ia kini sedangsakit keras,” cerita Salman. “Mari kita bersama-sama menjenguknya,” ajak beliau. Setiba di kediaman Tsa’labah, Rasulullah SAW meletakkan kepala Tsa’labah di pangkuan beliau. Tapi, ia berusaha menggeser kepalanya kembali dari pangkuan beliau. “Mengapa kamu geser kepalamu dari pangkuanku?” tanya beliau. “Karena kepala ini penuh dengan dosa,”jawab Tsa’labah murung. “Apa yang kamu keluhkan?” tanya beliau lagi. ‘Seperti ada gerumutan semut-semut di antara tulang, daging, dan kulitku,” jawab Tsa’labah menahan sakit. “Apa yang kamu inginkan?” tanya beliau lagi. “Ampunan dari Tuhanku,” jawab Tsa’labah mantap. Kemudian turunlah Jibril menemui Nabi SAW. “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanku membacakan salam untukmu dan berfirman kepadamu: Andaikata hamba-Ku ini menghadap-Ku dengan membawa kesalahannya sepenuh bumi, Aku akan menyambutnya dengan ampunan-Ku sepenuh bumi pula.” Rasulullah SAW kemudian memberitahukan wahyu itu kepadanya kepada Tsa’labah. Seketika itu juga Tsa’labah terpekik gembira dan tidak lama kemudian wafat.. Rasulullah SAW langsung memerintahkan para Sahabatnya untuk segera memandikan dan mengafani jenazah Tsa’labah. Dan ketika selesai menyalatkannya, beliau berjalan sambil berjingkat-jingkat. Setelah acara pemakaman, salah seorang Sahabat bertanya kepada beliau, “Mengapa Engkau tadi kami lihat berjalan sambil berjingkat- jingkat?” “Demi Dzat yang telah mengutusku dengan benar sebagai Nabi, sungguh aku tidak mampu meletakkan telapak kakiku di atas bumi, karena malaikat yang turut melayat Tsa ‘labah sangatlah banyak,” jawab beliau. Sayap Pertama: Takut terhadap Dosa (Sekecil Apapun) Subhanallah! Begitu takutnya terhadap satu dosa (sekali lagi satu dosa), Sang Sahabat menghukum dirinya sedemikian berat. Hukuman yang membuatnya sakit keras itu belum disudahinya sampai ia mendapatkan jaminan bahwa ia benar-benar telah diampuni. Hingga Allah pun memberitahukan ampunan-Nya secara langsung di dunia, khusus kepadanya.Bahkan, penyesalannya terhadap dosa kecil tersebut (itu pun tidak disengaja), sampai melibatkan Jibril dan para malaikat dalam jumlah besar untuk turut serta memberi penghormatan (dan tentu saja doa) secara langsung di akhir hayatnya. Berapa banyak dosa kita? Seberapa besar yang termasuk dosa besar? Berapa pula dosa kecilnya? Astaghfirullah! Hari-hari yang kita lalui kebanyakan merupakan hari-hari dosa. Tiada hari tanpa dosa.Ayuhlah kita kembali kepadaNYA. sesungguhnya Allah Maha Pengampun. “Katakanlah:Hai hamba-hambaku yang melampau batas atas diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (39:53)

This entry was posted at Thursday, April 09, 2009 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 nasihat dari sahabat

Post a Comment

Semangat Palestina yang takkan pernah padam!

Followers

ღ halawatul iman ღ